Belum tuntas urusannya di kamar kecil salah satu kafe di Gambir itu, iPhone Matt berbunyi dari dalam ransel yang digantung di pintu toilet. Pasti Tiara, pikirnya. Sejauh ini hanya ada tiga orang yang mengetahui nomor Indonesia tersebut. Hardi tak mungkin menghubunginya setelah apa yang terjadi. Ika pun, ia tak memliki alasan menghubungi Matt tengah malam begini.
Masih dengan tangan basah selepas cuci muka, Matt buru-buru menyambar handuk yang menjuntai dari dalam ransel, mengelap wajah dan tangannya sambil lalu sebelum merogoh-rogoh mencari telepon tersebut. Sudah mati. Ia beralih lagi ke handuknya untuk mengeringkan diri.
Matt beranjak lagi ke sudut nyaman yang malam ini menjadi daerah teritorialnya. Menghubungi Tiara.
“Hi, how is it going?” sahut suara di ujung sana tanpa basa basi.
“Hi Teeyarah, the last train to Yogya was at 9 pm, so… it’s’ too late now.”
“Ah ok, what you gonna do then? Finding a hotel?”
“I’m too tired for that, I’m just gonna spend the night here on the station, I found some cozy corner at a café, it’s pretty cool. Anyway, thanks for checking me in.”
“No problem, I’m just wondering if everything’s okay with the lost boy. Just give me a call if there’s anything I could do for you.” Tutur Tiara manis.
“Awww… Thank you so much, I appreciate that, I’ll take the earliest train tomorrow, I’ll let you know later.” Matt menjawab seraya tersenyum, selalu mengharukan mengetahui ada orang yang peduli saat kita jauh dari rumah.
“Okay then, you have a good rest, and stay safe ya!”
“Good night.”
Setelah menyetel alarm, iPhone pun dimatikan demi menghemat baterai. Jaket hitam tipis dengan tudung kepala sudah terpasang, lalu Matt meringkuk berbantalkan ransel besar dan memeluk ranselnya yang lebih kecil. Pegawai kafe itu menoleh ke arah Matt, memandangi badannya yang meringkuk sedemikian, dan bergumam, “Dasar backpacker!”
***
Cahaya mentari di luar stasiun masih semburat malu-malu saat Matthew terbangun pukul lima, selama beberapa detik bingung di mana dirinya berada. Masih ada waktu beberapa jam sebelum kereta paling awal pagi itu berangkat. Ia pun terlelap kembali hingga setengah jam kemudian, hanya sesaat sebelum alarmnya berdering.
Masih linglung, ia menyapukan padangan ke sekitar, ada beberapa pengunjung lain yang sedang menikmati kopi panasnya, mungkin menunggu jemputan, mungkin pula menunggu keretanya berangkat. Matt melangkah lagi ke kamar kecil untuk membasuh wajahnya. Kemudian ia memesan secangkir cappuccino panas dan dua potong donat keju untuk sarapan. Sebenarnya saat itu ia lebih menginginkan sandwhich dengan potongan sayuran dan daging, namun ia harus puas dengan pilihan yang ada.
“Can I have a walk for a minute and leave my stuff here after finishing my breakfast?” tanyanya pada kasir yang segera terbengong-bengong lalu celingukan seraya memanggil-manggil temannya, mencari bantuan penerjemahan. Ia bukan petugas yang sama dengan yang semalam, tapi untunglah temannya yang semalam memberi ijin Matt “menginap”, shiftnya belum usai. Ia muncul dari dapur membawa pesanan makanan pelanggan. Matt menanyakan hal yang sama, dijawab dengan anggukan, diikuti tangan kanan yang menunjuk bawaan Matt, lalu menunjuk ke bawah kakinya, menginstruksikan agar Matt lebih baik menaruh barangnya di balik counter, mereka akan menjaga barang-barang itu untuknya. Matt sangat berterimakasih pada kedua petugas itu, karena ia bisa setidaknya berjalan-jalan menikmati pagi beberapa saat tanpa membawa semua barangnya yang berat itu.
Di Stasiun Gambir, ada beberapa penitipan barang berbayar yang terletak di dekat toilet, tapi Matt tak tahu dan itu membuatnya berimprovisasi tanpa harus mengeluarkan ongkos tambahan. Terkadang solo traveler adalah diplomat yang handal, terutama di saat-saat genting.
Seusai sarapan seadanya dengan dua donat, kopi dan beberapa teguk air putih, Matt pun melenggang keluar dari stasiun. Tak lama kemudian… Monas!!! Ia baru sadar di mana dia berada, lalu terkekeh pada diri sendiri. Dari sekian banyak tempat di Jakarta yang bisa dikunjunginya dalam 24 jam terakhir, ia terpaku di depan monumen ramping itu, dua kali. Kurt Cobain mini keluar lagi dari rumahnya di daypack berwarna hitam, berpose lagi berlatarkan Monas, kali ini dengan langit yang mulai terang namun masih bersemburat jingga.
Sekembalinya ke stasiun Matt langsung membeli tiket kereta paling awal yang bisa membawanya segera ke Yogya. Dalam keadaan normal, sejak semalam mungkin ia sudah hitchhike dari Jakarta ke mana saja selama arahnya ke timur, sesuai dengan rute perjalannya. Tapi itu tak dilakukan. Mungkin lelah perjalanannya kebetulan terakumulasi dan mencapai puncaknya di Indonesia. Seusai membayar batinnya merutuk, thirties fucking bucks for a one way train ticket!
Akhirnya tibalah saatnya memasuki gerbong kereta eksekutif itu, keluhannya tentang betapa mahal harga yang harus dibayar demi sebuah tiket kereta segera –sedikit—teredam. Interior yang terang dan bersih, hawa AC yang nyaman, semua memberi kesan sedikit mewah. Tak mengecewakan untuk tiket semahal itu. Tunggu saja hingga ia ditawari makanan kereta yang sering mengecoh “unexperienced passengers” karena dikira gratis, padahal tak pernah gratis itu.
Baru sesaat setelah duduk ia teringat pada iPhonenya yang belum dinyalakan, ia segera menghubungi Tiara.
“Good morning, Teeyarah! How are you?”
“Hey, I’m good, just woke up.”
“Did I wake you up? I’m sorry…”
“No. I’ve been awake for maybe ten minutes. What’s up?”
“Guess what? I’m already on the train! I will be there in eight hours, will you be home?” nada ceria begitu terasa dari suaranya, yang segera menular ke ujung satunya.
“Yay! Congrats youuuu! If you’re taking one from Gambir I bethca will get some decent sleep along the way, because I think only executive ones departure from the station? I’m not sure though because it’s been a while for me not taking a train from Jakarta and I heard the business and economic class are now all as well cozy. Anyway, I don’t know if I’d be home by the time you arrived, just ring me when you’re in Yogya.”
“Will do. I will need that, I mean to get some sleep but I’m very excited about going to Yogya, sleeping would be difficult at this point!”
“Hahaha, just enjoy your trip, as you’re on the day trip you’ll be able to see some nice sceneries along the way, and remember if the train attendants offered you some dishes or drink, it’s never for free. Well sometimes tickets come with snacks, but just ask first.”
“It’s good to know, thanks!!!”
“Welcome! I’ll see ya soon!”
Tak lama kemudian, kereta merayap perlahan tepat seperti yang dijadwalkan.